Oleh: Andhika Sakti, M.Pd
Dalam meningkatkan manajemen lembaga pendidikan islam agar lebih efektif, diperlukan pemimpin atau manajer yang bukan hanya paham tentang konsep menejerial secara konseptual saja, akan tetapi lebih dari itu. Pemimpin lembaga pendidikan islam juga harus paham bagaimana pengawasan dalam perspektif Al-Qur’an, sehinga dapat terciptanya lembaga pendidikan yang islami sesuai ajaran-ajaran islam.
Dalam islam, konsep kepemimpinan diyakini mempunyai nilai yang khas dari sekedar kepengikutan bawahan dan pencapaian tujuan lembaga. Ada nilai-nilai transcendental yang diperjuangkan dalam kepemimpinan islami dalam organisasi apapun. Nilai-nilai tersebut menjadi pijakan dalam melakukan aktifitas kepemimpinan. Kepemimpinan islami dipandang sebagai sesuatu yang bukan diinginkan secara pribadi, tetapi lebih dipandang sebagai kebutuhan tatanan sosial. Al-Quran telah menjelaskan bahwa definisi kepemimpinan bukan sebagai sesuatu yang sembarang atau sekedar senda gurau, tetapi lebih sebagai kewenangan yang dilaksanakan oleh pribadi yang amat dekat dengan prinsip-prinsip yang digariskan Al-Quran dan al- Sunnah.
Al-Qur’an memberikan konsepsi yang tegas tentang kewenangan pengawasan dan evaluasi agar hal yang bersifat merugikan tidak terjadi. Tekanan al-Qur’an lebih dahulu pada introspeksi, kontrol diri pribadi sebagai pimpinan apakah sudah sejalan dengan pola dan tingkah berdasarkan planning dan program yang telah dirumuskan semula. Setidak-tidaknya menunjukkan sikap yang simpatik dalam menjalankan tugas, selanjutnya mengadakan pengecekan atau memeriksa kerja anggotanya.
Sikap kepemimpinan islam harus dilandasi ajaran Al-Quran dan Sunnah, yang acuan utamanya adalah meneladani Rasulullah SAW. Dan khulafaurrasyidin. kepemimpinan yang dibangun oleh Rasulullah SAW. berlandaskan pada dasar-dasar yang kokoh yang pada prinsipnya untuk menegakkan kalimah Allah SWT. Para pimpinan lembaga pendidikan islam mutlak memerlukan sikap yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dalam menjalankan kepemimpinannya dan salah satu peranan utamanya ialah melakukan pengawasan dan evaluasi. Sehingga sebagai seorang pemimpin ia mampu memberikan inspirasi, membangun kelompok kerja yang kompak, menjadi teladan dan memperoleh penerimaan dari para pegawainya. Maka penting adanya pengetahuan mendalam tentang bagaimana seharusnya sikap pemimpin yang baik dan benar sesuai Al-Qur’an khususnya pada aspek pengawasan dan evaluasi.
Penerapan sikap kepemimipinan menurut perspektif Al-Qur’an
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan dengan al-riâyah, al-imârah, al-qiyâdah, atau al-za’âmah. Akan tetapi, untuk menyebut kepemimpinan pendidikan, para ahli menggunakan istilah qiyâdah tarbawiyah. Kata al-ri’âyah atau râ’in diambil dari hadits Nabi: kullukum râ’in wa kullukum masûlun ‘an ra’iyyatihi (setiap orang di antara kamu adalah pemimpin (yang bertugas memelihara) dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya).
Dari definisi kepemimpinan diatas dapat diketahui betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam. Allah Swt. telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan dalam Islam, sebagaimana dalam Alquran ditemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan. Diantaranya Firman Allah Swt. dalam QS. Al Baqarah/2: 30-31 yang Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa khalifah (pemimpin) adalah pemegang mandat Allah SWT. untuk mengemban amanah dan kepemimpinana langit di muka bumi.Berkenaan dengan asbabunnuzul ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar yang beragam. Dalam tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an disebutkan: “Sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah.
Kita melihat bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur’an pada masing-masing dari mereka. Kedalaman Al-Qur’an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis, suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Pada ayat-ayat selanjutnya dijelaskan bahwa Adam menyadari akan kebebasan di alam wujud adalah merupakan karunia yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya. Dari penjelasan diatas jelas kiranya bahwa sasaran ayat ini adalah untuk manusia yang Allah percayai untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini, karena Allah telah memberi kemampuan lebih kepada manusia yaitu kemampuan mengelola segala sesuatu yang ada di muka bumi.
Dari penjelasan diatas tentang QS. Al-Baqarah ayat 30 dapat diambil kesimpulan tentang ciri-ciri pemimpin yang baik yang harus bisa diterapkan oleh seorang pemimpin di dalam kehidupan yaitu : Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan lembaga atau organisasinya (QS. Al-Baqarah ayat 30-31 ). Dalam Al-Qur’an ayat : 30-32 dijelaskan tentang kemampuan mutlak yang hanya dimiliki Adam tidak dimiliki oleh malaikat, yaitu adam telah disediakan alat untuk bisa meraih dan mengembangkan kemampuan secara sempurna dibidang ilmu pengetahuan, lebih jauh jangkauannya dibanding malaikat. Allah mengarahkan evaluasi kepada Adam untuk menyebutkan nama benda-benda yang ada di bumi untuk menguji kemampuannya terhadap ilmu yang telah diajarkan kepadanya, dan ternyata Adam dapat menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan itu dengan lancar.
Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan sesuai dengan lembaga atau organisasi yang dia pimpin, tapi faktanya masih banyak pemimpin yang tidak mempunyai kapasitas sesuai dengan bidangnya. Contohnya dalam yayasan lembaga pendidikan islam, mayoritas pimpinan yayasan merupakan anak dari pemiliki atau pendiri yayasan tersebut yang bukan merupakan ahli dalam pengelolaan pendidikan. Sehingga diperlukan adanya pengawasan dan evaluasi oleh pihak pemerintah dalam membuat regulasi untuk para pemimpin lembaga pendidikan islam, agar terciptanya lembaga pendidikan yang baik dan kompeten sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Konsep pengawasan menurut perspektif Al-Qur’an
Menurut Fachruddin, tugas utama pemimpin pendidikan adalah “Menjabarkan tujuan pendidikan dalam tujuan sasaran, menyusun rencana kerja, pengorganisasian dan pendayagunaan personal, pelimpahan wewenang (pembahagian tugas), komunikasi, controlling/supervise serta evaluasi”.Adapun pengertian pengawasan (controlling) adalah proses memonitor aktivitas untuk memastikan aktivitas-aktivitas tersebut diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan dan memperbaiki setiap deviasi yang signifikan ( Tunggal, 1993 : 343 ). Dengan kata lain apakah aktivitas itu sudah sesuai rencana atau tidak, jika tidak maka perlu adanya suatu revisi.
Al-Qur’an memberikan konsepsi yang tegas tentang pengawasan agar hal yang bersifat merugikan tidak terjadi. Dalam islam ada tiga konsep pengawasan, yang pertama manusia melaporkan kesaksian atas dirinya, kedua Allah mengawasai secara langsung, ketiga Allah mengutus para malaikat untuk mengawasi umatnya. Tekanan al-Qur’an lebih dahulu pada introspeksi, kontrol diri pribadi sebagai pimpinan apakah sudah sejalan dengan pola dan tingkah berdasarkan planning dan program yang telah dirumuskan semula. Setidak-tidaknya menunjukkan sikap yang simpatik dalam menjalankan tugas, selanjutnya mengadakan pengecekan atau memeriksa kerja anggotanya. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW ”Terlebih dahulu lihatlah atas kerjamu sebelum melihat atas kerja orang lain”.
Maka dirasa penting adanya kegiatan pengawasan atau controlling karena salah satu tugasnya adalah mencatat secara langsung baik itu perbuatan baik atau buruk untuk menjadi evaluasi dikemudian hari dan tanamkanlah dalam diri kita walaupun kondisi kita yang sedang sendiri tetaplah maksimal dalam melakukan perbuatan apapun karena bukan hanya malaikat tetapi ada juga syaitan yang ingin kita terjatuh.
Untuk terhindarnya dari godaan syaitan maka pemimpin harus memiliki ”inner control” yang kuat agar bisa jadi teladan yang baik untuk orang lain. untuk membina diri menjadi orang yang memiliki ”inner control” yang kuat. Puasa merupakan ibadah yang mudah sekali dibohongi karena tiada orang yang akan tahu apabila kita menyatakan puasa padalah sebenarnya kita telah meminum segelas air, misalnya di kamar mandi, pada saat tidak ada orang yang melihat. Orang yang benar puasanya tidak akan mau dan berani membatalkan puasanya walaupun tanpa melihat atau diketahui orang lain. Disinilah latihan inner control itu dimantapkan setelah latihan keyakinan lainnya mantap.
Islam mengajarkan agar setiap orang berbuat baik sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulnya. Dalam Islam diyakini bahwa setiap manusia didampingi oleh dua malaikat yang bernama ”Raqib dan Atid” yang berfungsi sebagai pencatat segala perbuatan manusia dimanapun ia berada baik dilihat maupun tidak dilihat oleh manusia lain, ditempat terang atau gelap, sendiri atau bersama-sama, siang ataupun malam. Semua disaksikan dan dicatat oleh Allah (dengan petugas malaikat tadi) dan nanti akan dipersaksikan dan dipertanggungjawabkan oleh setiap manusia di hadapan Allah.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut leadership yang berarti being a leader power of leading; the qualities of leader. Yang berarti kekuatan atau kualitas seseorang dalam memimpin dan mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. dari QS. Al-Baqarah ayat 30-31 menjelaskan tentang ciri-ciri pemimpin yang baik yang harus bisa diterapkan oleh seorang pemimpin didalam kehidupan yaitu, pertama pemimpin harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan lembaga atau organisasinya, kedua pempin harus dapat menjadi suri tauladan bagi para anggotanya.