Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji hanya untuk Allah, Rab yang mengizinkan saya untuk membuat tulisan ini. Salawat dan salam atas Rasulullah Muhammad, insan mulia yang menjadi role model umat islam hingga akhir zaman. Pada tulisan ini saya akan menyampaikan sekelumit kisah pengalaman saya dalam mengelola pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama kurang lebih satu tahun ini. Tentunya tidak seluruh bagian pengalaman saya ini sukses seperti judul di atas, tetapi ada beberapa pelajaran penting yang saya dapatkan agar pengelolaan PJJ semakin sukses. Semoga ini menginspirasi.

Wabah Covid-19 yang muncul di triwulan pertama tahun 2020 telah mengubah cara beraktivitas masyarakat dunia. Tidak hanya pejuang kesehatan yang bekerja keras, tetapi seluruh elemen masyarakat berkontribusi membantu pejuang kesehatan dengan beraktivitas terbatas. Jaga jarak adalah hal utama yang harus dilakukan untuk mengurangi penularan. Tentunya hal ini juga berdampak pada bidang-bidang lainnya yang berkaitan erat dengan “jarak fisik” selama beraktivitas. Salah satunya adalah pendidikan.

Sudah bertahun-tahun bahkan berabad-abad lamanya pembelajaran di sekolah terjadi secara langsung. Interaksi personal dan kelompok terjadi secara natural dan terus menerus pada jam belajar. Sudah hal yang tidak bisa dilepaskan bahwa sekolah membutuhkan ruangan kelas, guru, peserta didik, dan kegiatan aktif yang berlangsung secara tatap muka. Namun, selama pandemi terjadi, di banyak daerah pembelajaran secara revolusioner berubah menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ).

PJJ bukanlah hal baru dalam pendidikan di dunia, sudah banyak guru, dosen, pelatih, dan praktisi seminar di berbagai penjuru negeri melakukan hal ini sejak bertahun-tahun yang lalu, bahkan beberapa universitas melakukan kuliahnya secara online (dalam jaringan/daring). Namun bagi saya, ini adalah hal yang sangat baru. Belum pernah saya mengalami pembelajaran semacam ini. Pandemi Covid-19 yang mengharuskan pembelajaran tatap muka di sekolah dihentikan dan diganti dengan PJJ menjadi penyentak kesiapan saya untuk menghadapi perubahan. Meski tidak banyak yang saya ketahui, tetapi persiapan harus mulai saya lakukan.

Alhamdulillah, dunia saya sangat terbantu pada kemajuan ilmu pengetahuan dimana teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat sehingga fasilitas untuk melakukan PJJ sudah tersedia. Jaringan internet yang tersebar luas dengan biaya yang ekonomis, dawai yang semakin canggih, serta tersedianya berbagai macam aplikasi digital untuk berkomunikasi jarak jauh menjadikan alternatif media banyak tersedia. Saya berpikir, dengan kondisi seperti ini, PJJ akan menjadi sangat mudah.

 

Meski begitu, kendala pertama justru muncul sebelum PJJ saya lakukan. Persoalannya adalah pada kesiapan diri saya sendiri sebagai seorang pendidik yang harus memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara tidak tatap muka. Apa yang harus saya lakukan pertama kali dengan keadaan seperti ini, adalah pertanyaan yang terlintas berulang kali di kepala saya. Internet sudah mudah diakses, aplikasi digital sudah banyak, media pembelajaran telah tersedia, tetapi karena baru pertama kali menghadapi hal seperti ini saya menjadi kebingungan. Lalu bagaimana saya menemukan solusinya?

Saya sangat menyadari bahwa saya tidak boleh mengabaikan keberadaan rekan-rekan saya. Saya bukanlah satu-satunya guru yang memiliki masalah pada awal penerapan PJJ. Berbagi masalah, lalu mencari ide pemecahan bersama adalah hal yang menurut saya wajib dilakukan jika ingin sukses mengawali PJJ. Atas izin Allah setelah berbagi masalah dan ide dengan guru-guru yang lainnya saya menemukan jawaban atas pertanyaan saya di atas. Apa yang harus saya lakukan pertama kali adalah membuat target dan perencanaan (planning).

PJJ bukanlah sekadar memberi materi lalu menguji peserta didik, namun merupakan kegiatan belajar seutuhnya termasuk penyampaian tujuan, apersepsi, stimulasi, bahkan pengajaran iman, adab, dan keterampilan. Oleh karena itu menentukan target belajar yang tepat, dengan memperhatikan keterbatasan yang akan dihadapi menjadi sangat penting agar dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik tercapai secara seimbang atau minimal tidak mengabaikan salah satunya. Kemudian, merencanakan kegiatan apa yang harus dilakukan oleh peserta didik setiap kali pembelajaran berlangsung, tentunya kegiatan yang sederhana saja tapi bermakna dimana setiap peserta didik akan melewati setiap dimensi belajar secara akurat.

Setelah perencanaan saya anggap selesai, selanjutnya saya harus menerapkannya pada setiap pertemuan PJJ yang saya lakukan. Apa yang sudah saya rencanakan haruslah saya laksanakan (action), karena dengan begitu saya bisa mengetahui ketepatan dari rencana yang saya buat. Saya menilai PJJ perdana telah berlangsung dengan mudah. Saya mempublikasikan materi yang sudah saya buat sebelumnya di sebuah Learning Management System (LMS) terpercaya. Peserta didik mengakses materi tersebut lalu mengerjakan lembar kegiatan yang juga saya sediakan di LMS tersebut. Setiap langkah saya lakukan dengan tepat. Seminggu PJJ berjalan metode ini saya gunakan tanpa ragu.

 

Setelah menghadapi beberapa PJJ pertama saya yang saya anggap berjalan lancar ternyata menunjukkan hasil yang sebaliknya. Ada banyak pernak-pernik pembelajaran yang muncul, seperti peserta didik yang terlambat mengumpulkan tugas, tidak memiliki dawai atau akses internet karena berbagai macam alasan, serta media pembelajaran yang kurang teradaptasi membuat antusiasme belajar peserta didik terjun bebas. Walau begitu saya merasa belum ada hal yang harus diubah. Saya pun melaksanakan pembelajaran-pembelajaran berikutnya dengan cara yang sama. Sudah tentu hasilnya pun sama saja.

Sedih rasanya apa yang sudah saya bayangkan akan berjalan mulus justru menemui banyak rintangan, membuat saya ragu untuk melanjutkan. Saya membayangkan ketidakberhasilan saya menjalankan PJJ ini kedepannya. Meski itu belum terjadi tetapi perasaan ragu di dalam diri saya membuat saya menjadi khawatir. Ditengah lamunan itu, Saya teringat pesan seorang ustaz, apapun masalahmu hamparkan sejadahmu. Ya, nasihat itu seakan cambuk bagi saya yang putus asa ini. Saya pun berdoa kepada Pemilik kerajaan langit dan bumi agar diberikan petunjuk bagi saya untuk melaksanakan PJJ ini dengan lebih baik lagi.

Disinilah saya belajar bahwa dari setiap kegiatan yang kita kerjakan haruslah dilakukan evaluasi (evaluation). Evaluasi ini penting untuk mengetahui seberapa besar kegiatan belajar memberikan pengaruh pada hasil yang dicapai. Setelah mengevaluasi PJJ yang telah berlalu, saya mendapati bahwa penggunaan media belajar sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. PJJ tidaklah sama dengan pembelajaran langsung, oleh karena itu menyediakan media belajar yang tepat sangat diperlukan.

Alhamdulillah pihak sekolah dan yayasan sangat memperhatikan masalah PJJ ini. Beberapa kali pelatihan dan lokakarya dilaksanakan sebagai sarana peningkatan kualitas (upgrading) untuk membantu kesiapan para guru di lingkupnya dalam mengelola PJJ ini. Takdir Allah, sakit karena mengandung anak pertama membuat saya tidak bisa mengikuti kegiatan pelatihan tersebut tepat waktu. Beruntungnya saya berada di lingkungan yang baik, rekan-rekan guru yang lain bersedia membagi ilmu dari pelatihan-pelatihan tersebut kepada saya. Meski tidak banyak yang bisa saya tangkap, hal itu cukup membuka wawasan saya tentang PJJ ini.

Bermodal informasi dari rekan-rekan guru saya mulai melakukan pembaruan dari segi media pembelajaran yang tadinya masih berperan sebagai penampil informasi menjadi penjelajah informasi. Ya, ini yang mungkin dikenal orang sebagai media belajar interaktif. Menggunakan platform yang umum, yaitu Microsoft Powerpoint yang didesain sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menjelajahi sendiri informasi yang dibutuhkan dari materi pembelajaran, dikolaborasikan dengan aplikasi berbasis web sebagai sarana pembagian dan pengumpulan lembar kerja.

 

Peserta didik menggunakan media belajar interaktif untuk menjelahi informasi terkait materi pelajaran yang sedang dibahas. Kemudian dengan informasi yang didapatkan peserta didik mengerjakan lembar kegiatan yang dapat mereka unduh dari LMS kemdian mengumpulkannya kembali di LMS. Penggunaan metode ini membuat kegiatan belajar lebih terarah dan alokasi waktu lebih efisien. Dalam beberapa pertemuan menggunakan metode ini, dengan izin Allah hasil belajar peserta didik meningkat.

Meski metode tersebut berahsil, saya sudah menyadari dan mengantisipasi jika saya menggunakan metode tersebut terus menerus tentu akan sampai pada titik jenuhnya. Jika hal ini terjadi, maka metode tersebut tidak akan pernah berdampak positif lagi. Oleh karena itu saya harus merencanakan metode baru lainnya agar memberikan pengalaman menarik lainnya pada peserta didik.

Saya mencoba melihat metode yang digunakan oleh rekan-rekan guru lainnya. Ternyata beberapa guru membuat video pembelajaran yang bisa diakses melalui internet dan beberapa lagi melakukan pembelajaran melalui pertemuan virtual. Saya menimbang jika PJJ menggunakan video akan lebih efektif selain saya bisa mengontrol narasi yang saya buat peserta didik juga dapat memutar ulang video tersebut sehingga meminimalisir tertinggal penejelasan. Oleh karena itu saya berpikir jika metode tersebut cukup efektif untuk membawa peserta didik pada suasana belajar yang kondusif. Saya pun tertantang untuk mencobanya.

Menggunakan waktu luang yang ada, saya membuat video pembelajaran pertama saya. Banyak kendala yang saya hadapi, terutama saya tidak begitu mengerti cara untuk mengolah video. Namun saya tidak akan menceritakan semuanya di sini, saya hanya akan membagikan poin penting yang saya pelajari ketika membuat video pembelajaran. Kurang lebih sebagai berikut:

1.   Konsep video harus jelas dan matang. Ketika peserta didik harus menguasai materi matematika tertentu misalnya, maka konsep video minimal menyajikan cara menjawab soal dan penggunaan rumus-rumusnya.

2.   Intonasi suara yang mengisi narasi video harus tepat. Hal ini sangat penting karena video ditujukan untuk menyampaikan informasi. Penekanan kata, nada kalimat pertanyaan, jeda kalimat, dan pembawaan suasana hati akan sangat mempengaruhi peserta didik dalam memahami informasi yangdiberikan.

3.    Media yang digunakan harus menarik. Upayakan menggunakan media yang menarik disertai gambar penjelas. Hal ini akan membantu peserta didik untuk mengingat informasi lebih cepat. Saya pernah menggunakan papan tulis dan powerpoint dalam video pembelajaran yang saya buat. Ternyata penggunaan media powerpoint selalu menunjukkan hasil belajar yang lebih baik. Jika saya memiliki keterampilan lebih dalam membuat video, saya yakin penggunaan animasi akan lebih berdampak baik pada hasil belajar.

4.   Durasi video. Jangan terlalu panjang. Saya menyarankan agar video pembelajaran tidak lebih dari 15 menit. Hal ini berkaitan dengan kejenuhan peserta didik sebab video bukanlah media komunikasi aktif.

5.   Sisipkan di dalam video pembelajaran aspek keimanan dan adab seperti lantunan ayat suci Alquran ataupun motivasi dari kisah-kisah islami. Ingat, belajar tidak hanya soal kognitif dan psikomotorik, tetapi juga soal afektif. Terkadang fisik telah siap untuk belajar, tetapi ruh belum terbuka akan hidayah.

Metode penggunaan video pembelajaran memang memudahkan saya dalam menyampaikan materi, hasil yang diperoleh juga cukup baik dalam hal kognitif. Namun, saya memang harus bekerja ekstra diluar keahlian saya untuk merekam, mengedit, dan mengevaluasi video yang sudah saya buat. Hal ini sangat menguras tenaga dan waktu. Ditambah lagi kondisi kehamilan yang semakin berat membuat saya memutuskan untuk mencukupkan pembuatan dua video saja dan memilih menggunakan metode lainnya yang lebih mudah untuk saya siapkan.

 

Saya kembali mengingat bahwa media pembelajaran sudah sangat banyak tersedia bahkan walau saya tidak pernah membuatnya. Ada banyak orang baik di luar sana sudah membagikan media belajar yang mereka buat di internet dan saya dapat unduh serta gunakan untuk keperluan PJJ saya sendiri. Saya pun mulai mencari di internet media belajar seperti powerpoint interaktif lalu mengeditnya sesuai keperluan, ditambahvideo pembelajaran yang menarik yang telah dibuat oleh pihak-pihak berkompeten. Media-media itulah yang saya gunakan dalam PJJ seterusnya.

Lalu, apa yang saya lakukan jika semua media belajar “diambil” dari internet? Saya hanya perlu membuat lembar kegiatan yang terarah serta menyiapkan solusi atas pertanyaan- pertanyaan yang muncul dari peserta didik. Kemudian saya melakukan pertemuan virtual dengan peserta didik secara terjadwal, membuka forum bagi mereka untuk bertanya hal yang ingin mereka ketahui terkait pelajaran lalu menjawabnya dengan media papan tulis atau powerpoint. Hal ini untuk memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar aktif, mandiri, dan terarah. Setelah itu, saya memberikan lembar kegiatan yang telah saya siapkan untuk mereka kerjakan dalam waktu tertentu dan mengumpulkannya secara daring juga.

Kombinasi metode ini saya lakukan agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang sebanyak-banyaknya (variation). Dari video mereka menerima informasi, dari media interaktif mereka menjelajahi informasi, dari pertemuan daring mereka berbagi informasi, dan dengan lembar kerja mereka mengaplikasikan informasi. Dengan begitu harapannya peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang bervariasi sehingga setiap peserta didik dengan berbagai macam kebutuhannya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

Apa metode itu bekerja? Ya! Sangat bekerja dengan efektif. Meski tidak semua peserta didik menunjukkan hasil yang sama, tetapi secara dominan cukup memuaskan. Tapi bukan berarti metode bervariasi tidak memiliki kekurangan. Karena fokus memberikan pengalaman belajar yang beragam, pergerakan belajar menjadi lebih lambat. Waktu yang terkuras untuk menyelesaikan satu materi saja terbilang cukup lama. Minimal tiga atau empat kali pertemuan untuk satu materinya, bukan satu bab atau satu kompetensi dasar (KD). Saya pun berpikir metode ini tidaklah efisien jika target akhir peserta didik harus menyelesaikan beberapa KD.

Pada tahun ajaran baru 2020/2021 tantangan PJJ semakin berat sebab saya harus mengajar peserta didik baru. Sebagian besar mereka belum pernah melakukan PJJ sebab ketika PJJ diberlakukan kegiatan belajar di kelas VI pendidikan dasar telah selesai. Alhasil, beberapa kali pertemuan PJJ menggunakan metode-metode yang sebelumnya sudah pernah saya gunakan dan berhasil, ternyata kurang berhasil setelah diterapkan pada peserta didik baru ini. Bahkan metode pengalaman belajar beragam yang temponya lebih lambat pun menunjukkan hasil yang pas-pasan saja. Bingung, stres, jenuh, dan patah semangat saya alami sebagai imbas dari hasil PJJ yang tidak memuaskan ini. Bahkan saya merasa hanya separuh hati untuk mengajar peserta didik baru.

Saya menyadari ini bukan kesalahan mereka. Mereka hanya tidak terbiasa saja dan dengan atmosfer sekolah yang baru mereka masih butuh penyesuaian. Meski saya tahu begitu, saya tidak pernah melakukan perubahan pada metode yang saya lakukan, karena saya berpikir ini adalah metode terbaik yang bisa saya lakukan untuk saat ini. Hingga selesai kegiatan pembelajaran di semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 saya tidak pernah mengubah sedikitpun metode yang saya gunakan.

 

Alhamdulillah, atas izin Allah, hasil belajar matematika peserta didik baru di semester ganjil 2020/2021 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, bagi saya. Saya kecewa, untuk diri saya sendiri. Saya merasa gagal memberikan yang terbaik pada anak didik saya. Tetapi bukan berarti saya menyerah dan terus menyalahkan diri sendiri. Kehidupan adalah proses, bahkan kata “sukses” yang dianggap banyak orang adalah hasil sebenarnya juga adalah sebuah proses. Saya pun mulai mencari titik permasalahan yang menjadi dasar ketidakberhasilan saya dalam mengelola PJJ ini.

Saya kembali teringat, apapun masalahmu, hamparkan sejadahmu. Nasihat yang tertanam kuat dalam ingatan saya. Saya bermunajat, “Ya Allah, aku adalah seorang pendidik tapi aku tidak punya daya apapun terhadap anak didikku. Engkaulah pemelihara mereka, maka berikanlah aku petunjuk agar aku selalu berada di jalan yang benar”. Saya tersadar, bahwa sebaik apapun saya merencanakan sesuatu, keberhasilan atau kegagalan adalah takdir Allah. Oleh karena itu saya harus menyerahkannya kembali kepada-Nya.

Sekali lagi saya sangat bersyukur sekolah dan yayasan sangat memperhatikan PJJ ini dengan baik. Di tengah kegundahan saya itu pelatihan, seminar, dan lokakarya dilakukan kembali. Alhamdulillah atas izin Allah pada fase ini saya bisa mengikutinya dengan lengkap karena sudah selesai cuti melahirkan. Banyak ilmu yang saya dapatkan, diantaranya adalah kesabaran (patience) dalam mengelola kelas selama PJJ adalah kunci tekad saya tetap berkibar. Tekad yang baik akan mendatangkan jalan-jalan keluar yang baik. Insyaallah.

Prosesnya tidak semudah yang dituliskan di atas, ada banyak warna dari merah hingga ungu selama pelaksanaannya. Saya tidak akan menceritakan semuanya karena Anda yang membaca ini jika merupakan seorang pendidik pasti mengerti. Saya hanya akan menyampaikan apa yang saya pelajari dari proses tersebut, yaitu:

1.               Kesabaran harus diletakkan dari awal. Sabar itu bukan hanya pada hasil, tetapi juga pada perencanaan dan pelaksanaan. Jangan terburu-buru dalam membuat perencanaan, pastikan target realistis dengan kondisi peserta didik dan yang terpenting bukanlah tentang nilai yang baik, tetapi bagaimana cara yang baik untuk mendapat nilai yang baik. Selama pelaksanaan juga jangan terburu-buru, jika waktu tidak mencukupi untuk mencapai target, maka gunakan waktu berikutnya untuk melanjutkan. Jangan terburu- buru seolah kejar tayang. Tanggapi setiap keluhan peserta didik, secara perlahan tetapi tidak juga terlalu lama.

2.               Peserta didik itu unik. Saya harus siap menerima fakta bahwa pasti akan ada peserta didik yang tidak sesuai ekspektasi saya. Itu berarti saya harus memberikan perhatian khusus kepadanya sebagai penghargaan atas keunikan dirinya. Sekalipun kelas secara dominan melaju lebih cepat, beberapa peserta didik tidak harus mengikuti kecepatan itu. Proses yang tepat sekalipun lambat, akan membawa hasil yang lebih baik.

3.               Menyadari bahwa peserta didik pun jenuh dengan PJJ. Tidak hanya saya yang jenuh, bingung, stres, peserta didik juga demikian, oleh karena itu perlu adanya “maklum” pada peserta didik yang diluar ekspektasi. Hal ini dapat mengurangi ketegangan selama proses PJJ.

4.           Berkoordinasi dengan walikelas dan orang tua peserta didik. Hal ini untuk mengetahui informasi khusus tentang peserta didik sehingga guru dapat menentukan dengan tepat langkah apa yang harus dilalui peserta didik tersebut selama pembelajaran.

Alhamdulillah, atas izin Allah setelah menerapkan poin-poin di atas selama pembelajaran di semester genap 2020/2021 ada perubahan berarti dalam pelaksanaan dan penilaian PJJ. Pertama dan ini yang paling penting, saya menjadi lebih senang dan bersemangat dalam mengajar. Kedua, peserta didik mulai menunjukkan antusias yang meningkat baik dalam proses pembelajaran maupun penilaian. Ketiga, hasil belajar perlahan menunjukkan peningkatan meski tidak signifikan.

Itulah sekelumit pengalaman saya selama mengelola PJJ periode Maret 2020 hingga Maret 2021. Beberapa hal yang mungkin bisa saya rangkum adalah jika kita ingin mendapatkan kesuksesan selama PJJ, kita harus memperhatikan:

1.      Planning. Perencaan yang tepat dengan target yang terukur menjadi panduan bagi kita untuk melaksanakan PJJ yang baik. Jangan lupa untuk berdiskusi dengan rekan-rekan serta berkoordinasi dengan walikelas untuk mendapatkan gambaran kegiatan apa yang akan kita buat.

2.      Action. Perencanaan tanpa aksi adalah angan-angan. Oleh karena itu hargai perencanaan yang telah kita buat dengan benar-benar melaksanakannya.

3.      Evaluation. Lakukan evaluasi pada kegiatan yang telah kita laksanakan untuk mendapatkan titik-titik kekurangan yang harus segera diperbaiki.

4.      Upgrading. Lakukan pembaruan pada khasanah keilmuan dan keterampilan kita sehingga kita bisa dengan baik melakukan pengembangan pada metode pembelajaran.

5.      Variation. Berikan variasi dalam pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang beragam. Hal ini ditujukan agar peserta didik tidak jenuh dan dapat memahami pembelajaran denganbaik.

6.      Patience. Bersabar pada perencanaan, pelaksanaan, dan hasil selama PJJ. Berikanlah permakluman pada diri sendiri, peserta didik, dan kondisi yang ada. Serahkan hasilnya dan berharap kepada Allah saja. Kesabaran akan mengurangi tekanan sehingga PJJ dapat berjalan dengan rileks (tidak tegang). Hal ini penting agar kita dan peserta didik tidak stres akibat proses dan hasil yang dipaksakan.

Saya menyadari apa yang saya alami ini bukanlah gambaran sebuah kesuksesan dalam pengelolaan PJJ jika kesuksesan itu dianggap sebagai sebuah hasil semata. Tetapi jika Anda sependapat dengan saya bahwa sukses adalah sebuah proses, maka kita dapat melihat bagaimana kesuksesan itu sedikit-sedikit saya alami selama pelaksanaan PJJ ini. Saya sangat menikmati proses PJJ ini, dan jika Anda memperhatikan tulisan saya di atas, sebenarnya selama PJJ ini sayalah yang lebih banyak belajar daripada anak didik saya sendiri. Hal ini wajar, sebab saya adalah seorang pendidik, apa yang saya pelajari haruslah lebih banyak dari apa yang anak didik saya pelajari.

Akhir kata saya ingin menyampaikan kepada siapa saja yang membaca tulisan ini. Sesukses apapun kita mengelola PJJ, bagi seorang pendidik, pertemuan dengan anak didiknya adalah hal yang paling dinantikan. Kebahagiaan yang kita dapatkan dari keberhasilan kita mengelola PJJ tidaklah sebanding dengan melihat raut wajah anak didik kita yang bermacam-macam itu secara langsung, dari dekat. Oleh karena itu, mari kita berdoa kepada Allah agar kita dapat segera bersua kembali dengan anak didik kita yang menggemaskan itu, secara langsung, di sekolah kita tercinta.

Tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah saja. Semoga menginspirasi. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Oleh: Ana Rosmayana, S.Pd.

(Guru Matematika SMPIT Permata Bunda Alawiyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *